Jumat, 15 Mei 2009

CERPEN TERBARU

PESUGIHAN

CERPEN KARYA :

DENDY RUDIYANTA

Siang itu memang tak terlalu panas. Di sebuah rumah yang lumayan besar, sudah tampak orang saling berjubel memenuhi rumah itu.Di dalam rumah itu ada seorang perempuan setengah baya terkapar tak berdaya. Seluruh tubuhnya putih pucat, matanya membelalak tajam.Beberapa tetangga mencoba memberi pertolongan dengan cara memberikan minyak kayu putih ke seluruh tubuh perempuan setengah baya itu. Yang lainnya memijit – mijit badan perempuan setengah baya itu. Tapi, kelihatan perempuan setangah baya itu, tak menampakkan reaksi. Tubuhnya melemah tak berdaya. Satu helaan napas yang berat, perempuan setengah baya itu, akhirnya meninggal dunia. Seluruh keluarga seakan tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka semua yang ada dalam rumah itu, saling bertanya-tanya perihal kematian perempuan setengah baya itu. Terjadi saling bisik diantara mereka yang menyaksikkan kejadian ganjil itu.

Lik Sumi mati karena makan uangnya Pak Manggut ”, bisik seorang perempuan tetangga.

” Dia dimakan buto ijonya Pak Manggut’, ditimpali seoarang yang ada didekatnya.

Lik Sumi ngapusi Pak Manggut, karena Lik Sumi milih Pak Sahun. Makanya buto ijonya Pak Manggut menghabisi nyawa Lik Sumi’. Di siang yang tidak terlalu panas itu, ramai orang saling berspekulasi terhadap kematian Lik Sumi yang aneh tersebut.

***

” Ini fitnah ! Semuanya nggak betul ! Masak saya dibilang mempunyai buto ijo, ini namanya

sudah kelewatan. Apa karena usaha toko saya maju ? Terus semua orang mengaitkan kekayaan yang saya peroleh, saya dapatkan dengan memelihara buto ijo ? Apa karena saya mencalonkan caleg, terus massa saya banyak, ada yang iri mencoba memfitnah rakyat, bahwa saya mempunyai pesugihan ? Pesugihan dari mana ? Saya sholat, tahun depan saya dapat jatah bisa naik haji. Kalau saya melakukan itu semua berarti saya melanggar perintah Allah. Ini yang namanya black campaign. Kampanye hitam yang mencoba menjatuhkan nama saya di hadapan rakyat. Ini memang sudah kelewatan ! Pokoknya akan saya cari orang yang menghembuskan isu tersebut ”, Pak Manggut mencak-mencak di kamarnya. Sementara istrinya dengan setia mendengarkan omongan dari suaminya itu.

” Sudahlah tho, Mas. Namanya juga menjelang pilihan caleg begini, apa-apa bisa terjadi. Fitnah, saling menjatuhkan, black campaign semuanya bisa terjadi. Kita sabar saja. Tokh, yang penting kita tidak melukukan itu semua. Dan semuanya itu hanya fitnah ’. Istrinya mencoba menenangkan suaminya dengan kata-kata bijak. Suaminya pun hanya diam. Tapi dari raut muka yang diperlihatkan Pak Manggut, lelaki itu belum menampakkan penurunan emosi.Pandangnya tajam menahan emosi. Sejuta bintang yang menggantung di langit malam itu pun tak bisa menenangkan pikiran Pak Manngut.

* * *

Belum ada seminggu setelah kematian Lik Sumi, Pak Karto siang tadi juga menghembuskan

napas terakhir. Dia meninggal juga dengan cara mendadak. Pak Karto waktu itu sempat dibawa ke rumah sakit, dan sudah masuk ke ruang UGD, tapi nyawanya tak bisa tertolong lagi. Kata dokter dan paramedis, Pak Karto kena serangan jantung. Para penduduk tetap masih percaya bahwa, Pak Karto meninggal gara-gara menipu Pak Manggut. Pak Karto disinyalir memakai uang rapat sosialisasi caleg untuk membeli kendaraan baru . Memang, Pak Karto mempunyai kapasitas sebagai bendahara tim sukses caleg Pak Manggut. Isu dan rumor cepat sekali menyebar, bahwa Pak Karto meninggal dimakan pesugihannya Pak Manggut yang berwujud buto ijo. Para penduduk pun mempercayai rumor dan isu tersebut. Keadaan kampung menjadi tegang dan sekarang timbul kasak kusuk yang kurang

enak, khususnya ditimpakan kepada keluarga Pak Manggut. Pak Manggut seketika itu menjadi gusar dan marah besar.

” Fitnah ini sudah sangat kebablasan ! ” ,teriak Pak Manggut di tengah tim suksesnya.

” Ini pasti ulah Sahun, Pak. Dia takut dengan kekuatan bapak, makanya dia membuat isu tentang pesugihan ”, seorang mencoba membuka pembicaraan yang sudah memanas tersebut.

” Betul, Pak. Ini pasti tindakan yang tidak fair dari Pak Sahun. Kita harus membalasnya, Pak !”, seorang lagi menimpalinya.

” Kita harus mencari bukti dulu, jangan main tuduh. Nanti malah kita yang kena masalah”, Pak Manggut mencoba menenangkan emosi timnya itu.

” Kita lihat saja dulu perkembangannya ’, Pak Manggut menambahkan sambil mengakhiri pertemuan itu. Orang-orang pun pergi dengan pikiran masing-masing. Siang itu semuanya menjadi sebuah pertanyaan besar tentang kejadian meninggalnya dua orang pendududk pendukung Pak Manggut yang mati secara aneh.Setelah kejadian itu, sekarang banyak penduduk yang enggan untuk mendekati dengan keluarga Pak Manggut. Ketika mereka berpas-pasan du tengah jalan dengan Pak Mangut ataupun keluarganya, para penduduk memilih untuk memilih jalan yang lain. Mereka takut kalau trejadi apa-apa kepada diri mereka. Pak Manggut hanya menghela napas, tanda dia merasa serangan isu itu memang mengkhawatirkan posisinya sebagai seorang caleg dan posisi hubungan dengan para penduduk

* * *

Di sebuah pendopo yang tak begitu besar sudah berkumpul hampir 100-an orang, baik tua muda, laki perempuan, semuanya berkumpul dalam ruangan pendopo itu. Itulah pendopo tempat tinggalnya seorang caleg yang punya kekayaan yang lumayan, tapi mempunyai sifat yang kikir dan sombong. Caleg itu bernama, Pak Sahun seorang direktur sebuah PT yang bergerak dalam bidang penyalur tenaga kerja Indonesia. Konon kekayaan yang diperolehnya secara luar biasa itu, karena Pak Sahun sering meminta uang kepada para calon tenaga kerja secara illegal. Dan sekarang, di pendopo itu sudah duduk Pak Sahun dengan gagahnya mengenakan sebuah jas hitam dan celana hitam mengkilat. Para penduduk yang hadir pada malam itu sudah berjubel memenuhi pendopo itu satu jam yang lalu. Mereka seakan tak sabar ingin mendengar apa yang akan dikatakan oleh Pak Sahun pada pertemuan malam itu. Setelah pembawa acara membacakan susunan acara, akhirnya Pak Sahun mendapat giliran untuk menyampaikan beberapa sambutan.Dan langusng pada pokok permasalahannya.

” Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudari yang saya hormati. Di kampung kita ini sudah tidak aman lagi. 2 orang warga kita telah meninggal secara misterius. Ini semua akibat dari pesugihannya Pak Manggut. Apa bapak-bapak, ibu-ibu yang hadir di sini mau menjadi korban dari buto ijonya Pak Manggut ? ’ , semua penduduk tanpa dikomando langusng berteriak ” TIDAK !. Suasana pun menjadi agak gaduh. Sang pembawa acara mencoba menenangkan. Pelan-pelan suara gaduh dari mulut para penduduk menjadi berangsur-angsur hilang, Pak Sahun kembali melanjutkan pidatonya.

Makanya mulai besok, kita yang sudah hadir di sini untuk mengusir seluruh kelurga Pak Manggut. Kita usir pergi Pak Manggut dan seluruh keluarganya dari kampung ini, karena sudah terbukti memelihara pesugihan yang kemarin sudah memakan korban 2 orang tetangga kita . Kalau tidak, kalianlah yang akan menjadi korban dari buto ijonya Pak Manggut. Bagaimana bapak-bapak, Ibu-ibu, setuju ? ” Pak Sahun membakar dan mempengaruhi emosi para penduduk yang memadati pendopo itu.

” Setuju !! Besok kita usir Pak Manggut dari kampung ini ! ” Beberapa penduduk saling berteriak, yang lannya pun ikut-ikutan. Pak Sahun tersenyum puas. Misinya untuk menyingkirkan rival beratnya dalam pemilihan caleg sudah ada di depan mata.

” Kalau begitu, sekarang kalian pulang ke rumah masing-masing. Besok jam 7 pagi, kita bergerak ke rumahnya Pak Manggut ”. Akhirnya pertemuan malam itu selesai dengan keputusan untuk menyingkirkan keluarga Pak Manggut dari kampung mereka. Sebelum pulang, di pintu gapura rumah Pak Sahun sudah menunggu beberapa orang yang telah siap untuk membagikan sebuah amplop berisi uang yang akan diberikan kepada para penduduk yang hadir pada pertemuan malam itu. Para penduduk yang bodoh dan miskin itu, dengan suka cita menerima amplop yang berisi uang tersebut. Kembali wajah Pak Sahun tersenyum puas. Keinginannya untuk mengalahkan Pak Manggut sudah terbuka lebar.

Modar kowe, Manggut ! Besok kamu masih hidup atau sudah menjadi mayat, aku tidak tahu. Engkau akan menjadi cecunguk tikus got !! ”, Pak Sahun membatin tentang khayalan kemenangan yang dianggap sudah di depan matanya.

***

Pagi itu jam 7 tepat rumah Pak Manggut hancur berantakan. Para penduduk sudah kalap kena hasutan Pak Sahun. Para penduduk sudah seperti kemasukan setan. Mereka tak mempedulikan rasa kemanusiaan. Korban sudah ada. Pak Manggut mati mengenaskan. Badanya hancur karena kena pukulan benda tumpul oleh puluhan penduduk yang tak waras. Kepalanya pecah, mulut dan telinganya nya banyak mengeluarkan darah. Istri dan seluruh keluarga Pak Manggut sudah kocar kacir menyelamatkan diri entah kemana. Mereka semuanya menghilang. Para aparat datang terlambat untuk menyelamatkan harta dan nyawa Pak manggut. Dari kejadian itu, hanya beberapa penduduk yang di ciduk para aparat hukum untuk dimintai keterangan perihal kejadian yang mengerikan itu. Dari keterangan para penduduk yang sempat diciduk oleh aparat kepolisian, kesimpulan yang pasti dari peristiwa tragis itu. Bahwa, aktor intelektual dari kejadian pagi itu adalah tertuju pada salah satu tokoh yaitu, Pak Sahun. Akhirnya, tak berapa lama para aparat polisi itu berhasil menahan Pak Sahun untuk di jebloskan ke dalam sel.

” Sebentar, Pak. Bapak jangan asal tangkap dan tudus , dong. Saya tidak menyuruh mereka untuk mebunuh Pak Manggut. Saya hanya menyuruh untuk menyelidiki, apa benar Pak manggut itu mempunyai pesugihan atau tidak ?. Jadi, saya tidak bersaklah, Pak. Yang membuhuh Pak Manggut kan para penduduk, bukan saya, Pak ’, Pak Sahun meronta ketika dipaksa untuk masuk ke mobil tahanan.

” Keterangan ini sebaiknya disampaikan di pengadilan saja, Pak. Yang penting sekarang Bapak ikut saya ke kantor ”. Polisi tegas meyeret Pak Sahun untuk masuk ke dalam mobil tahanan.

* * *

Kini di ruangan 3 X 3 yang sempit dan berhawa dingin itu, Pak Sahun hanya memandang langit-langit kamar tahanan itu dengan perasaan marah. Rencananya buyar dan hancur lebur hanya dalam tempo yang sesaat. Malahan kini dia harus rela untuk mendekam dalam penjara yang pesing dan bau. Malam itu matanya tak bisa terpejam. Pikirannya kacau dan kalut. Udara dingin yang menembus kulitnya semakin memperparah keadaan Pak Sahun. Matanya dia mencoba untuk memejamkannya. Tapi tak bisa. Tiba-tiba matanya menatap tajam dalam pojok ruang tahanannya, tangannya menunjuk ke salah satu pojok ruangan itu dengan tangan yang gemetaran. Mulutnya terkatup ingin mengucap sesuatu, dan seakan – akan dia melihat sesuatu yang menakutkan.

” Buuuutooooo Iiiijjjooooo !!”. Matanya tak bisa terpejam, tangannya kaku. Mulutnya keluar darah segar.

Klaten, April ’09

Dimuat diharian ” SOLOPOS ”

Hari Minggu,10 Mei 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo kasih komentar, komentar anda berguna bagi saya :