Selasa, 24 Februari 2009

OPINI

KLATEN YANG SEPI DENGAN KESENIAN MEMBUMI

OLEH :

DENDY RUDIYANTA

Sebenarnya aku sudah ingin marah, ingin protes kepada siapa saja yang merasa menjadi orang Klaten. Memang, sudah lama aku ingin menulis uneg-uneg ini. Tapi karena perbendaharaan marahku belum cukup. Aku pending saja segala uneg-unegku ini. Biar waktu yang berjalan mungkin ada perubahan yang lebih baik. Eh…ternyata sampai detik ini tidak ada perubahan apa-apa. Malah semakin mundur, dan mengalami dekadensi cultural yang sangat parah. Kemarahanku sebetulnya sudah seperti penyakit yang akut dan kronis. Sebagai orang yang sering melihat aktifitas kesenian di Klaten, aku merasa malu dan terasing di daerahku sendiri. Kota ini sudah sangat asing bagiku, sudah sangat kering dengan segala kegiatan kesenian yang membumi. Katakan saja itu pentas kesenian ; teater, tari, ledhek, dan lain-lain, atau segala bentuk pameran ; seni rupa ( seni rupa masih bisa muncul tapi tak pasti ), pameran buku, pembacaan puisi dan lain-lain.Perlu dingat ! Klaten adalah sebuah kota dalam peta geographis berada di tengah – tengah 2 kota budaya yaitu, Yogyakarta dan Sala.Tapi apa ? Ruang kesenian berekpresi sudah mlempem, bahkan bisa dibilang sudah menjadi fosil yang tak terurus.Ketika daerah-daerah lain sibuk dengan pembenahan ruang ber-ekspresi dan estetis, Klaten justru sibuk dengan pembangunan phisik yang tak tentu arah dananya. Justru yang paling menyedihkan, Klaten sudah dibilang sebagai daerah pemasok VCD porno film amatiran. Lihat beberapa kasus yang menohok kehormatan moral dan mentalitas di dunia pendidikan dan birokrasi di Kabupaten Klaten ( VCD Banyu urip, VCD Pak Lurah Sumantri, VCD Anak-anak SMP, perselingkuhan para pejabat dll ). Ke mana muka ini harus diletakkan ?, sedangkan muka ini sudah penuh dengan kerusakan mental dari seluruh lapisan masyarakat. Dulu, Klaten dianggap sebagi kota kelahiran dalang. Karena melahirkan tokoh-tokoh maestro dalang ( Ki Narto Sabdo, Ki Anom Suroto, Warseno Slenk, dll ). Tapi apa yang ada sekarang ? Ketika melihat patung Bapak Maestro dalang kita, saya sebagai orang kesenian, meski saya termasuk orang yang lambat mengenal seni pedalangan tapi, ketika melihat patung yang hanya berukuran kecil dan tak jelas penempatan dan historis dari wajah yang ada di patung itu, saya semakin tak mengerti. Untuk apa patung itu dibuat ? Kalau hanya sebagai hiasan semata, bukan untuk menjadi kebanggaan yang memang harus dibanggakan. Kenapa patung itu tidak dibuat semonumental mungkin ?, agar orang yang lewat tahu bahwa itu pahlawan kesenian yang asli orang Klaten. Ada kesan bahwa apresiasi dari nilai perjuangan dari beberapa tokoh kesenian di Klaten, kurang di hargai sama sekali. Semangat untuk membangun mental berkesenian, yang mempunyai tujuan, yaitu : insan manusia yang mempunyai kepribadian, jatidiri, pretise dan memupuk nilai luhur budaya lokal, di Klaten kini sudah tak ada lagi.

Akhir-akhir ini memang ada geliat semangat untuk sekedar membawa warna yang lain dari aktifitas hiburan untuk masyarakat Klaten. Tapi, toh kemasannya hanya untuk bisnis semata dan gaungnya pun hanya mempunyai nuansa seremonial belaka. Alun-alun Klaten setiap minggu pasti ada acara kegiatan yang dilakukan oleh dinas-dinas yang terkait. Seperti yang kami ungkap di atas. Bahwa kegiatan itu pun kesannya tanpa adanya kesan membentuk kesenian yang membumi dan meng-gaung. Padahal kesenian dihadirkan sebagai sarana, penyadaran diri, ranah instropeksi dan prestise sebuah kelompok kesenian atau duta seni dari daerah itu sendiri. Ketika terjadi sebuah interaksi kesenian dengan audiens ini akan berakibat kepada simbiosis kebutuhan batin dari audiens / masyarakat. Pengangkatan bentuk kesenian asli daerah yang seharusnya selalu digalakkan oleh Kabupaten Klaten, baik kesenian tradisional maupun modern.Sepertinya semua pihak sudah kehabisan energi semangat untuk berbuat demi perkembangan kesenian di Klaten. Di Klaten sebenarnya ada banyak kesenian tradisionil yang sudah berkembang, misalnya ; seni pedalangan, seni musik lesung, reog-an,laras madyo, ledhek, kethoprak dll. Di seni modern pun juga ada, misalnya : adanya kelompok seni rupawan yang sering mengadakan pameran seni rupa ( Pasren ), pementasan teater ( Teater pisungsung, teater sampah ),Sastra ( Sastro Mbengok ) band, keroncong dll. Sebenarnya kalau dilihat, bahwa Klaten itu sebenarnya tak bias dibilang ketinggalan dengan daerah lain. Ada beragam macam bentuk kesenian di Klaten dan mempunyai manusia-manusia seniman yang mumpuni. Lihat saja kita mempunyai, Ki Narto Sabdo ( Alamarhum ),Dedi Sutomo ( Dramawan, sekarang tinggal di Jakarta ) Ki Anom suroto ( Solo ), GM.Sudharta, H. Sunarto, Mhum, Warseno Slenk dll. Kelompok –kelompok kesenian yang membumi pun sebenarnya banyak yang ada di Kabupaten Klaten baik, tari, lukis, teater / drama, kethoprak, ledhek,musik lesung, laras madyo, reog dll. Sayang mereka sekarang pun hanya punya nama dan historis saja.

Dari uraian di atas, saya ingin memilah , kenapa beberapa kelompok kesenian di Klaten itu sekarang mandeg / stagnant tanpa ada daya hdup sama sekali ? Permasalahan itu mungkin karena :

1. Kurangnya dana untuk membuat sebuah kegiatan kesenian ( permasalahan klise yang tak bisa dielakkan lagi )

2. Kurangnya kepekaan pihak-pihak yang terkait dengan mereka ( pemda, dewan Kesenian, akademisi ). Atau bisa dibilang tak ada penghargaan yang berarti dari pemerintah, pihak yang terkait dengan hasil kerja keras mereka demi perkembangan kesenian di Klaten.

3. Pihak-pihak sponsor yang malas-malasan untuk memberi ruang ber-ekspresi ( pendanaan ) kepada seniman / kelompok kesenian yang mementaskan sebuah bentuk kesenian yang kurang nge-pop, unmarketable, ndeso, kuno dan off todate

4. Kurangnya interaksi yang terbangun antara seniman / kelompok kesenian dengan masyarakat.

5. Tak adanya tempat yang representative untuk meng-ekspresikan hasil karya / reportoar para seniman / kelompok kesenian. Misalnya : gedung kesenian, ruang publik yang nyaman,komunikatif,akses masyarakat yang mudah dan terjangkau, ramah dan bernuansa seni.

6. Seniman / kelompok kesenian yang tak percaya dengan perhatian pemerintah / masyarakat terhadap eksistensi mereka sendiri. Ini berakibat kepada para seniman / kelompok kesenian akhirnya lari ke daerah lain ( Yogya, Solo, Semarang, Jakarta dan deerah-daerah lain ) yang lebih menjanjikan untuk kehidupan yang lebih layak.

7. Ketidakpercayaan ( kurang pe de ) diri dari para seniman / kelompok kesenian dengan hasil karya mereka sendiri karena permasalahan di atas.Ketidakpercayaan itu adalah, maukah masyarakat menerima eksistensi mereka / karya mereka ? Karena sekarang ini yang terjadi adalah adanya invasi budaya kesenian massa, yang hanya ber-orientasi kepada hura-hura belaka tanpa adanya subtansi penyadaran diri dan pencitraan diri, ketika melihat sebuah bentuk kegiatan kesenian. Dari semua itu, akhirnya terjadi stagnasi penciptaan dan eksistensi.

Itulah permasalahan-permasalahan yang saya kira menjadi pe er kita bersama, agar masyarakat Klaten mampu mengenal bentuk kesenian daerahnya sendiri.Semua itu bisa terwujud , dengan adanya dukungan dan pemikiran semua pihak yang terkait dengan permasalahan di atas ( seniman, pemerintah,dewan kesenian kritisi, akademisi, pers,sponsor /perusahaan, masyarakat dan lain-lain ). Karena semuanya ini akan saling meng -kait satu sama lain. Seniman / kelompok kesenian tanpa dana / finansial juga tak bisa jalan, begitupun juga seniman / kelompok kesenian tanpa adanya penonton, tanpa ruang untuk meng-ekspresikan hasil karya mereka juga sama juga bohong. Masyarakat pun harus sudi menerima mereka untuk bisa meng-ekspresikan hasil karyanya di hadapan mereka ( masyarakat ), dengan memberi stimulun semangat untuk selalu berkarya demi sebuah eksistensi dan kebanggan lokal. Dari itu semua, marilah kita bisa duduk bersama, berpikir dengan satu pintu kebersamaan untuk membangun citra Klaten yang lebih baik tanpa adanya stereotip pemikiran yang beragam. Karena Klaten apapun sebutannya mempunyai arti sendiri dari perjalanan sejarah kesenian di Indonesia.

Klaten, Sept ‘08

Penulis

Dendy Rudiyanta

Cerpenis,Pimpinan Paguyuban Seniman Muda Klaten “ Pisungsung “,

Pengamat Kesenian Klaten, Anggota Dewan Kesenian Kabupaten Klaten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo kasih komentar, komentar anda berguna bagi saya :