KLATEN YANG SEPI DENGAN KESENIAN MEMBUMI
OLEH :
DENDY RUDIYANTA
Sebenarnya aku sudah ingin marah, ingin protes kepada siapa saja yang merasa menjadi orang Klaten. Memang, sudah lama aku ingin menulis uneg-uneg ini. Tapi karena perbendaharaan marahku belum cukup. Aku pending saja segala uneg-unegku ini. Biar waktu yang berjalan mungkin ada perubahan yang lebih baik. Eh…ternyata sampai detik ini tidak ada perubahan apa-apa. Malah semakin mundur, dan mengalami dekadensi cultural yang sangat parah. Kemarahanku sebetulnya sudah seperti penyakit yang akut dan kronis. Sebagai orang yang sering melihat aktifitas kesenian di Klaten, aku merasa malu dan terasing di daerahku sendiri.
Akhir-akhir ini memang ada geliat semangat untuk sekedar membawa warna yang lain dari aktifitas hiburan untuk masyarakat Klaten. Tapi, toh kemasannya hanya untuk bisnis semata dan gaungnya pun hanya mempunyai nuansa seremonial belaka. Alun-alun Klaten setiap minggu pasti ada acara kegiatan yang dilakukan oleh dinas-dinas yang terkait. Seperti yang kami ungkap di atas. Bahwa kegiatan itu pun kesannya tanpa adanya kesan membentuk kesenian yang membumi dan meng-gaung. Padahal kesenian dihadirkan sebagai sarana, penyadaran diri, ranah instropeksi dan prestise sebuah kelompok kesenian atau duta seni dari daerah itu sendiri. Ketika terjadi sebuah interaksi kesenian dengan audiens ini akan berakibat kepada simbiosis kebutuhan batin dari audiens / masyarakat. Pengangkatan bentuk kesenian asli daerah yang seharusnya selalu digalakkan oleh Kabupaten Klaten, baik kesenian tradisional maupun modern.Sepertinya semua pihak sudah kehabisan energi semangat untuk berbuat demi perkembangan kesenian di Klaten. Di Klaten sebenarnya ada banyak kesenian tradisionil yang sudah berkembang, misalnya ; seni pedalangan, seni musik lesung, reog-an,laras madyo, ledhek, kethoprak dll. Di seni modern pun juga ada, misalnya : adanya kelompok seni rupawan yang sering mengadakan pameran seni rupa ( Pasren ), pementasan teater ( Teater pisungsung, teater sampah ),Sastra ( Sastro Mbengok ) band, keroncong dll. Sebenarnya kalau dilihat, bahwa Klaten itu sebenarnya tak bias dibilang ketinggalan dengan daerah lain.
Dari uraian di atas, saya ingin memilah , kenapa beberapa kelompok kesenian di Klaten itu sekarang mandeg / stagnant tanpa ada daya hdup sama sekali ? Permasalahan itu mungkin karena :
1. Kurangnya dana untuk membuat sebuah kegiatan kesenian ( permasalahan klise yang tak bisa dielakkan lagi )
2. Kurangnya kepekaan pihak-pihak yang terkait dengan mereka ( pemda, dewan Kesenian, akademisi ). Atau bisa dibilang tak ada penghargaan yang berarti dari pemerintah, pihak yang terkait dengan hasil kerja keras mereka demi perkembangan kesenian di Klaten.
3. Pihak-pihak sponsor yang malas-malasan untuk memberi ruang ber-ekspresi ( pendanaan ) kepada seniman / kelompok kesenian yang mementaskan sebuah bentuk kesenian yang kurang nge-pop, unmarketable, ndeso, kuno dan off todate
4. Kurangnya interaksi yang terbangun antara seniman / kelompok kesenian dengan masyarakat.
5. Tak adanya tempat yang representative untuk meng-ekspresikan hasil karya / reportoar para seniman / kelompok kesenian. Misalnya : gedung kesenian, ruang publik yang nyaman,komunikatif,akses masyarakat yang mudah dan terjangkau, ramah dan bernuansa seni.
6. Seniman / kelompok kesenian yang tak percaya dengan perhatian pemerintah / masyarakat terhadap eksistensi mereka sendiri. Ini berakibat kepada para seniman / kelompok kesenian akhirnya lari ke daerah lain ( Yogya, Solo,
7. Ketidakpercayaan ( kurang pe de ) diri dari para seniman / kelompok kesenian dengan hasil karya mereka sendiri karena permasalahan di atas.Ketidakpercayaan itu adalah, maukah masyarakat menerima eksistensi mereka / karya mereka ? Karena sekarang ini yang terjadi adalah adanya invasi budaya kesenian
Itulah permasalahan-permasalahan yang saya kira menjadi pe er kita bersama, agar masyarakat Klaten mampu mengenal bentuk kesenian daerahnya sendiri.Semua itu bisa terwujud , dengan adanya dukungan dan pemikiran semua pihak yang terkait dengan permasalahan di atas ( seniman, pemerintah,dewan kesenian kritisi, akademisi, pers,sponsor /perusahaan, masyarakat dan lain-lain ). Karena semuanya ini akan saling meng -kait satu sama lain. Seniman / kelompok kesenian tanpa dana / finansial juga tak bisa jalan, begitupun juga seniman / kelompok kesenian tanpa adanya penonton, tanpa ruang untuk meng-ekspresikan hasil karya mereka juga sama juga bohong. Masyarakat pun harus sudi menerima mereka untuk bisa meng-ekspresikan hasil karyanya di hadapan mereka ( masyarakat ), dengan memberi stimulun semangat untuk selalu berkarya demi sebuah eksistensi dan kebanggan lokal. Dari itu semua, marilah kita bisa duduk bersama, berpikir dengan satu pintu kebersamaan untuk membangun citra Klaten yang lebih baik tanpa adanya stereotip pemikiran yang beragam. Karena Klaten apapun sebutannya mempunyai arti sendiri dari perjalanan sejarah kesenian di
Klaten, Sept ‘08
Penulis
Dendy Rudiyanta
Cerpenis,Pimpinan Paguyuban Seniman Muda Klaten “ Pisungsung “,
Pengamat Kesenian Klaten, Anggota Dewan Kesenian Kabupaten Klaten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ayo kasih komentar, komentar anda berguna bagi saya :