Selasa, 24 Februari 2009

OPINI

VIRUS HEDONISME KAPITALIS SUDAH MEWABAH

( penyakit tentang bobroknya aparat dan bangsa kita )

Kekuasaan, harta dan kenikmatan dunia mungkin 99 % orang di muka bumi ini menginginkan hal tersebut. Kekuasaan adalah sebuah jalan untuk meraih harta dan kenikmatan dunia. Walaupun kadang kekuasaan itu di capai dengan cara yang tidak benar, menghalalkan segala cara, kalimatt yang keluar dari mulut seorang penguasa di pakai sebagai justifikasi bahwa, kekuasaan yang dia pegang ini adalah sebuah undang-undang dan semua orang / rakyat harus menurutinya. Meski itu sangat menyakiti hati rakyat Meraih kursi kekuasaan adalah obsesi semua orang, keinginan nafsu radikal alami dari keturunan anak cucu adam hawa ini.Di era berapapun dan kapanpun, kekuasaan sering bertedensi korup. Keterikatan kekuasaan dengan dunia korupsi seperti setali tiga uang. Tak ada bedanya. Ketika manusia, lembaga , partai, pemerintah yang berkuasa menganggap kekuasaan ini adalah milikya. Obsulutisme power berkembang menjadi sebuah penerapan-penerapan aturan yang mementingkan sang penguasa dan kroninya. Perlu disadari bahwa proses untuk meraih tumpuk kekuasan pastilah memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit, perlu materi yang mblegedhu, perlu sistem pemenangan yang briliyan dan memerlukan orang / rakyat untuk memihaki.Dari proses cara itu, pastilah tidak sebagian orang akan berpihak kepada orang yang memenangkan pertarungan perebutan kursi kekuasaan. Dan orang-orang itu harusnya justru digunakan sebagai balancing control dari kursi kekuasaannya. Bukan dengan cara di sikat habis, dianggap musuh yang berbahaya, lalu ditelantarkan tanpa diketahui siapa yang harus bertanggung jawab. Penguasa adalah imam. Seorang imam memegang kendali tanggung jawab penuh atas jamaahnya. Seorang imam yang baik, jujur anti korupsi, di pastikan jamaahnya akan mengkuti sang imam dalam kebaikan. Tapi jika, seorang imam sering berbuat kekeliruan, bertindak korup, bermain-main dengan ke-maksiatan, tanggung jawabnya hanya kepada penguasa itu sendiri. Dan jamaahnya tak ikut-ikutan dosa dari yang dilakukan imamnya. Tapi jamaah berkewajiban untuk mengingatkan sang imam, jika imam itu melakukan kesalahan. Kenyataan yang terjadi sekarang ini adalah, penguasa yang keliru ditegur malah marah-marah, dikritik tidak mau, yang menegur, yang mengkritik malah di di penjara, malah di culik, paling ringan diantemi. Kekuasaan harus ada aturan, sistem yang proporsional dan tak pandang bulu. Dan rakyat yang menegur, mengkritik dari seorang penguasa, juga harus punya aturan yang benar dan proporsional, Tidak asal ngomong, asal tuduh dan membuat pembenaran sepihak serta meracuni kuping dan mulut dengan fitnah yang keji. Semua ada aturannya. Hidup di alam yang serba uang ini.Kejujuran bersikap dan bertindak sudah habis di makan rayap-rayap kapitalisme yang sudah mewabah. Kita selalu terdiidk untuk selalu terdiam ketika kesewenang-wenangan ada di hadapan kita ketika pandangan mata kita sudah tertutupi dengan yang namanya materi dunia. Apakah kita akan selamanya begini ? Kasihan rakyat yang miskin yang terdiam tak bisa apa-apa karena disuapi dengan yang namanya materi yang berpenyakit. Para pejabat yang harusnya menjadi panutan, sekarang ini uang sogokan sudah menjadi sarapan lezat sebelum baca koran pagi. Lalu, sang penguasa hanya menunggu setoran upeti dari pejabat-pejabat yang kerdil iman dan track recordnya.Inikah yang kita inginkan ? Perlu di ingat kita masih mempunyai generasi yang akan menggantikan posisi kita. Hiya, anak cucu kita. Apakah anak cucu kita akan selalu kita jejali dengan kurikulum ; bagaimana caranya meraih kekuasaan dengan cara ” nguntiti uang rakyat : ? Jawabannya tentu saja Tidak ! Anak cucu kita adalah harapan emas bagi perkembangan kebudayaan bernegara, bermasyarakat yang lebih baik dan mulia.

Hedonisme Kapitalis adalah sebuah kebudayaan yang sudah mengakar kuat di bangsa ini. Semua itu adalah kesalahan kita sendiri terhadap sikap kita yang tidak bisa menghadapi cobaan hidup dan alam ini. Kemiskinan adalah kebodohan. Musuh utama kita adalah kata miskin. Orang yang miskin dan bodoh adalah gampang di suap. Saya akan bertanya, siapa yang sering di suap ? Hedonisme Kapitalis adalah neraka bagi gerakan orang-orang yang ingin hidup wajar dan baik. Kemiskinan bangsa ini sepertinya merupakan kodrati alam yang tidak bisa kita hindari kalau kita hanya berpangku tangan tanpa bisa meneriakkan kata Lawan ! terhadap kemiskinan. Masa penjajahan yang berlangsung berabad-abad bukanlah kesalahan penjajah itu sendiri, tapi kesalahan dari bangsa kita sendiri yang terlalu meyakini bahwa kita adalah bangsa yang bodoh yang menganggap bahwa VOC, ( karena yang datang kemari bukan bangsa Belanda tapi hanya sebuah perusahaan ekspedisi ) NIPPON dan Sekutu adalah bangsa yang pintar. Tidak ! Kita bukan bangsa yang bodoh, tapi bangsa yang belum siap untuk menjadi bangsa yang pintar dan besar. Sumber alam melimpah, budaya dan sosio-masyarakatnya sangat heterogen. Tapi kenapa kita menjadi bangsa yang miskin, bangsa yang korup ? Mungkin, kita terlalu malas untuk bekerja dan berbuat, kita terlalu percaya kepada hal-hal yang bersifat tahayul. Kemalasan inilah yang harusnya kita kikis menjadi sebuah perjuangan untuk melawan itu semua. Hedonisme kapitalis akan menyerang semua sendi kehidupan kita dalam bermasyarakat. Wabah Hedonisme Kapitalis, menyerang kita tak akan pandang bulu. Dari pusat sampai tingkat RT, Hedonisme Kapitalis akan menjangkiti langkah perbuatan kita. Materi. Itulah yang selalu dibicarakan lebih dulu, bukan etos kerja dan sikap jujur kita. Bagaimana tidak ? Institusi pemerintah yang harusnya menjadi pedoman untuk berkiblat dalam menyejahterakan rakyat, justru sekarang ini sebagai sarang koruptor. Dan yang dimaling adalah uang rakyatnya sendiri. Proyek-proyek pemerintah, mana ada yang betul ? Kalau jatah pembangunannya sudah dicuil ke mana-mana, untuk jatah ini itu dan lain-lain. Akhirnya proyek yang harusnya bisa di nikmati rakyat untuk jangka lama , dalam kenyataannya bertahannya hanya sementara. Anggaran-anggaran yang awalnya selalu untuk kepentingan rakyat , ternyata pada prakteknya tak pernah sampai ke tangan rakyat.. Setelah ditelusuri, eh..... ternyata anggaran itu ndelik di bawah kasur empuk para pembuat anggaran itu sendiri. Dan budaya seperti itu sudah ada sejak lama. Jadi tidak hanya sekarang, hanya sekarang ini, lebih parah dan permainannya terlalu kasar juga terang-terangan. Ewuh pekewuh sudah tidak ada lagi. Justru orang yang tidak melakukan itu dianggap kurang solider dan pasti orang seperti itu yang selalu berbuat kejujuran dan melakukan mekanisme proseduril yang benar,malah akan di sikat habis oleh teman-temanya sendiri. Akhirnya korupsi, penyuapan dan pengiriman upeti kepada pejabat menjadi budaya yang mengakar kuat.

Ada semacam pemikiran dari saya, kenapa Hedonisme Kapitalis mejadi momok bangsa ini ? Kenapa korupsi dan penyuapan menjadi sebuah trend budaya yang biasa dari bangsa ini, khususnya para aparat ? Itu karena ;

  1. Sistem yyang diterapkan, adalah ; Sistem birokrasi yang berbelit-belit, serta menjadi sarang korupsi yang subur.Sistem birokrasi yang berbelit-belit atau ada semacam paradoksiNgurusnya sampai berpuluh-puluh meja, yang ujung-ujungnya satu meja harus setor amplop-an ”
  2. Aturan yang kaku kurang fleksibel. Aturan yang kaku dan kurang fleksibel adalah sarana untuk membuat harga penyuapan menjadi tinggi dan terkadang kurang manusiawi. Karena rakyat yang tidak tahu aturan dan jelas-jelas melanggar kesalahan, akan berbuat apapun yang diminta oleh seorang aparat agar kasusnya bisa cepat selesai.
  3. Aturan yang memakai linguitas yang sulit, serta tak ada yang bisa dimengerti serta kurangya sosialisasi, dan yang tahu tahu hanya sang pembuat aturan itu sendiri. .Dengan ketidak tahuan itu, berakibat kepada pemaksaan ( pemerasan ) yang bersifat materi kepada orang / rakyat.
  4. Rekruitment seorang pejabat yang sering tidak sesuai dengan bidang ilmu dan schoolingnya.Ini berakibat kepada kebijakan dari pejabat itu, yang tidak populis dengan sistem kebijakan yang berkesan semaunya sendiri. Imbasnya kepada anggaran uang negara ngabar ke mana-mana.
  5. Rekruitment calon aparat / mutasi yang tidak terbuka dan selalu tertutup yang tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat, menjadi sarana oknum pejabat ( makelar jabatan ) untuk mencari mangsa, guna, mengeruk keuntungan materi bagi calon aparat yang ingin mempunyai posisi yang lebih bagus.
  6. Tindakan repressif dari orang-orang yang dianggap mempunyai kekuasaan dengan masyarakat yang tidak / kurang setuju dengan kebijakan sang pengusa / pembuat aturan / aparat. Dan tindakan itu akhirnya berimbas kepada pemerasan kepada orang / pihak yang melanggar aturan dari sang penguasa.
  7. Anggaran kegiatan atau tugas yang ngoyo woro, mengada-ada, siluman dianggap sebagai wahana pengerukan uang rakyat yang bisa diakali dengan dalih ; Kunker, kegiatan dinas, study coorperetive, anjang sana dan lain sebagainya merupakan kegiatan yang sering dilakukan.Biasanya yang dimainkan dalam hal segi budgetnya adalah, pada anggran untuk , transportasi dan akomodasinya.
  8. Lingkungan pekerjaan yang kurang agamis.. Menjadi sarang setan untuk selalu mengajak kepada tindakan mencari harta dunia dengan menghalalkan segala cara.

Dari ke-delapan hal penyakit aparat kita terhadap mentalitas dan etos kerja mereka itu., pastilah akan sulit untuk di obati kalau kita seperti yang di atas tadi hanya terdiam, ketika melihat dan mendeteksi penyakit itu.Penyakit apapun jenisnya harus di obati, kemudian di hilangkan agar tidak terjangkit lagi. Penyakit Hedonisme Kapitalis memang sudah akut dan sepertinya akan sulit diobati, khususnya di dunia mentalitas ; aparat-aparat negara , legislatif, yudikatif, pamong dan rakyat kita sendiri. Penyakit orang bisa sembuh kalalu ada niat orang itu untuk sembuh, bukan hanya pasrah kepada keputusan Tuhan. Toh, kita tidak tahu keputusanNya. Itu semua adalah hak preogratif Tuhan, kita tidak bisa menghindarinya. Yang bisa kita lakukan, hanyalah semangat untuk sembuh, dan menghilangkan penyakit itu. Maka, mulai saat ini seharusnya kita sudah siap untuk melawan penyakit yang menyebarkan virus Hedonisme Kapiltalis di dalam diri kita sendiri. Kita tidak mau mati dalam kemiskinan dan kebodohan. Mental aparat negara yang korup,penguasa yang sewenang-wenang, para politisi busuk, penghusaha yang medit pelit, kaum cendekiawan yang sombong, rakyat yang bodoh ,kaum marginal yang hanya pasrah kepada nasib, budayawan seniman yang berkutat kepada keindahan saja, premansime yang ada di lingkaran kursi kekuasaan mulai sekarang ini, harus kita obati dan kita hilangkan. Seperti beberapa kasus yang terkuak atau belum terkuak, rata-rata perbuatan korup, yang melakukannya adalah para pejabat. Yang semestinya menjadi suri tauladan bagi rakyat, justru menjadi raja koruptor.Interaksi antara pejabat, aturan, rakyat dan uang/ materi, merupakan satu kesatuan yang sekarang tak bisa di pisahkna. Pejabat sebagai pelaku / subyek dan pembuat aturan yang diberikan kepada rakyat dan rakyatlah yang harus membayar itu semua dengan cara yang sesuai atauran dan apabila aturan itu dilanggar maka pejabat akan menjalankan misi pressure terhadap rakyat dan rakyat diwajibkan memberi upeti sesuai permintaan.

Menjelang pelaksanaan pesta demokrasi seperti sekarang ini. Puluhan daftar caleg di tempelkan di mana-mana, ratusan bendera berkibar berwarna-warni, ribuan janji disebarluaskan,. misi visi yang membela rakyat selalu di pidatokan sampai serak tenggorokan para politisi dan tim suksesnya. Tapi kenyatan yang terjadi adalah mereka semua bohong, ngapusi. Setelah menang, mereka lupa segalanya. Yang dihadapannya, mereka hanya berpikir, bagaimana ngakali uang rakyat. Rakyat tak bisa berbuat apa-apa karena jarak yang terlalu jauh dengan sang penguasa atau orang yang dipilihnya dulu. Rakyat akan takut untuk menagih janji dengan sang pengusa karena mereka selalu dijaga oleh anjing penjaga yang sudah terlatih, karena dicekoki dengan uang dan materi. Hedonisme Kapitalis selalu menjangkiti setiap kegiatan massal, misalnya pemilu ini. Money politic adalah salah satu penyakit dari Hedonisme Kapitalis rakyat kita. Punya uang berati menang. Bukan karena kredibiltas, aceeptbilitas,legitimasi, pengabdian, kecakapan, kejujuran dari para calon yang di pilih oleh rakyat, tetapi berapa duit yang dia bisa berikan kepada rakyat supaya bisa menang. Mengapa semua itu bisa terjadi ?Kembali kepada kata kuncinya adalah, kita sudah menganggap, bahwa kita itu miskin.

Saya berharap dengan tulisan ini, mampu memberikan spirit yang membara untuk menjaga diri kita dari serangan virus Hedonisme Kapitalis yang memang sudah kita sadari telah menjangkiti segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Tulisan ini saya persilahkan untuk menjadi bahan kajian para pejabat, calon pejabat, dan para caleg yang akan bertarung dalam pemlu 2009 nanti. Saya persilahkan menjipak pemikiran saya ini, agar anda bisa terpilih dan bisa memikat hati rakyat. Tapi perlu diingat ! Boleh meng-adopsi pemikiran saya ini, tapi harus dilaksanakan demi kepentingan anda sendiri dan kepentingan kesejahteraan rakyat. Agar, kita tidak selalu menghamba kepada berhala Hedonisme Kapitalis. Sekian dan terima kasih.

Klaten 2 November 2008

Penulis

Dendy Rudiyanta

Cerpenis, Pemerhati sosial – budaya Klaten,

Ketua Paguyuban Seniman Muda Klaten ( PSMK ) ” PISUNGSUNG ” Kab. Klaten

1 komentar:

  1. INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung
    di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Maka benarlah statemen KAI : "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap". Bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah sangat jauh sesat terpuruk dalam kebejatan.
    Permasalahan sekarang, kondisi bejat seperti ini akan dibiarkan sampai kapan??
    Sistem pemerintahan jelas-jelas tidak berdaya mengatasi sistem peradilan seperti ini. UUD 1945 mungkin penyebab utamanya.
    Ataukah hanya revolusi solusinya??

    David
    HP. (0274)9345675

    BalasHapus

ayo kasih komentar, komentar anda berguna bagi saya :